Aurum di Dermaga

Sesuatu di bagian barat yang membakar langit, mereka menamainya senja. Senja kali ini disambut hujan. Keduanya adalah hal yang diagung-agungkan dimuka bumi. Ribuan quotes berterbangan mengenai senja dan hujan. Aku mencoba menikmati keduanya diwaktu bersamaan sambil mereguk secangkir kopi panas di atas pasir pantai. Angin yang datang dari samudera hindia, kerlip lampu berwarna-warni di bagian timur, senja yang mampir di bagian barat, gerimis hujan yang membuat kopi menjadi terasa semakin nikmat karna tercampur rintikannya, dan gemuruh ombak sebagai pengganti musik. 

Ternyata mampu memulangkanmu hari ini, ditempat ini, tempat yang pernah kita singgahi. Mereka –para pembuat quotes- benar, ribuan kenangan datang berjujai menghantamku bertubi-tubi. Aku menikmatinya, beberapa luka mencolek ku kembali, sayangnya, kali ini luka tidak membuatku berduka sebab segala cara dengan susah payah aku lakukan demi menikmati sesuatu yang menyakitkan dan itu berhasil meski awalnya aku gagal berkali-kali.

Bangku yang sempat kita duduki, memperlihatkan dengan jelas kamu dan aku sedang bersenda gurau. Sepertinya, pantai memang dirancang oleh tuhan sebagai tempat bernostalgia. Dinginnya tak bisa dihentikan, keindahannya melekat, sepertimu dan kenanganku.

Aku pernah mengucap sumpah “Apapun yang terjadi aku akan tetap bertahan denganmu sampai biru meninggalkan samudera.” Tetapi sumpahku menjadi sampah. Jika ada sesuatu yang memulangkan aku kembali pada ingatanmu, mungkin itu bukan sesuatu yang menyakitkan, namun dengan sadar kamu mengingat sumpahku yang kini sudah kadaluwarsa. Andai saja kamu tahu ketika kamu mulai memaki, mulai mengabaikan segala perhatian, mulai mengingkari janji sampai dengan tega menyuruhku pergi. Ketika kamu meninggalkanku dengan rasa khawatir yang besar juga ketika kamu tak pernah lagi meninggalkan kabar di kolom chat kita, sumpahku masih berlaku.

Segala bentuk kenangan telah aku selesaikan dengan sempurna, seperti senja yang hanya mampir sebentar lalu menghilang ditelan kegelapan atau sepertimu yang cepat sekali lepas dari genggaman. Hujan telah reda sedari tadi. Ia mewakili air mataku yang tak pernah terjatuh lagi. Aku bersyukur telah menjadi aku yang dibuatmu menderita karena terlalu mencinta. Nyatanya, luka yang aku terima malah menjadikanku pribadi yang lebih dewasa.
Ternyata tak ada yang salah dengan luka hanya saja seseorang tidak mengerti cara menikmatinya.

[Aprl. 27 juni; Foto diambil dari internet]

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Nawala Patra

Keras Kepala

Niskala