Posts

Showing posts from July, 2017

Kau Dalam Bahasa.

     Bahasa ku adalah apa yang tak pernah benar-benar kau pahami. Jika aku boleh mengeluh sekali lagi padamu. Aku mengeluh tentang tulisanku yang terus saja menata luka. Tak pernah bosan aku tulis kata luka dan rindu. Mencocokannya agar seirama; sebahasa; sepemahaman. Tatkala aku membuka kamus besar bahasa Indonesia yang dikira orang-orang bahasa ku terlalu tinggi untuk mereka. Padahal supaya mereka mau menyelami bahasa negara sendiri. Kendati, aku tidak memaksa mereka memahami. Cukup kau saja.      Bahasa ku adalah apa yang tak pernah benar-benar nyata bagimu. Seolah aku sedang menceritakan tokoh fiktif. Pikiranku berlari kesana kemari demi mendapatkan kata yang ringan. Lebih sulit dibanding berlari mengejarmu untuk kembali. Kau terlalu luas untuk ku perkecil lewat bahasa. Kau terlalu manis untuk ku tulis lewat aksara. Kau terlalu nyata untuk ku abadikan dalam cerita. Aku tak pernah protes, tentang kamu yang tak seperti Dilan. Biarkan saja berjalan se-ap...

Jarak mu

Manusia adalah setumpukan racun. Racun yang paling bersarang dalam pikirannya adalah waktu. Terpaku pada apa yang sudah berlalu. Hingga akhirnya rela menghempaskan diri sedalam-dalamnya pada masa lalu. Pun tidak pernah terpikir oleh manusia untuk berjerempak dengan seorang yang tidak baru, begitu pun aku.         Kamu tiba-tiba saja datang kembali bersama selusin maaf. Aku terpaku oleh sapaanmu yang begitu dahsyat. Kamu memang pandai memikat –entah aku yang mudah terpikat– hingga aku tak punya pilihan lain selain melabuhkan hati untuk terikat. Lagi-lagi waktu mempercepat laju ombak, menerjang batuan karang yang mulai terkikis hampir habis. Batin ku di peluk gamang setelah jarak membentangkan sayapnya. Aku merengket, ketika pikiranku berorientasi secara masif lalu meneriakkan sesuatu yang rua di dada,         “Jarak akan membunuh rasa yang ada, rindu akan membias menjadi sesuatu yang sulit di rengkuh, temu akan menjadi suatu persuaan yang ke...

Merelakanmu di Peluk Seseorang Baru

Image
       Apapun yang kamu lakukan, aku sudah tidak memperdulikan. Keputusanmu dulu yang membuatku hancur kini sudah menjadi sesuatu yang tidak menyakitkan ketika diingat. Berminggu-minggu hingga berbulan-bulan aku meratapi kepergianmu. Di saat yang bersamaan pun kamu tidak kembali, pergi bersama pedulimu yang mati, yang sudah berpindah ke lain hati. Perasaan bersalah sepertinya enggan mengetuk dadamu namun perih yang selama ini bersarang mampu berangsur perlahan menghilang.        Selamat merayakan jauh hati kembali. Semoga kebahagiaan datang dari seseorang yang –mungkin- selanjutnya akan menjadi tanah yang kau tabur bibit kepedihan atau malah kamu yang tertabur. Selamat berjuang demi seseorang yang baru. Semoga yang kamu pertaruhkan bukan sesuatu yang menghancurkan.        Aku mengamini bahwa sesuatu yang baru memang terlihat indah dan berkilauan. Katamu, buatlah diri kita menjadi kuat, kua...