Retrospeksi.

Kesalahan terbesar yang paling mendasar pada manusia adalah soal waktu. Memercayai bahwa mereka hidup berdampingan dengan masa lalu. Nahasnya, kepercayaan itu malah menyegam kehidupan, membuat setiap insan menderita, merengket, atau bahkan nelangsa. Kenangan masa lalu yang merasuki atau kita yang sebenarnya tidak menerima masa lalu itu sudah mati? Entah, ini asumsi atau teka-teki.

        Di penghujung tahun kemarin. Kamu kembali dengan perasaan yang masih sama seperti dulu dan aku selalu bersedia menjadi tempat mu pulang. Namun setiap kesempatan yang ku beri tidak berbalas hal yang serupa. Bagaimana tidak nanar menyelimutiku? Kamu yang ku anggap mampu bersetia tak lebih dari mereka yang merajam dengan harapan semu. Bagiku, memberi mu kesempatan seperti menghasta kain sarung.

Maaf untuk sifat kasar ku yang dulu menghujani mu. Aku tidak berniat melukai perasaan mu sedikit pun. Kamu tahu aku adalah pencemburu yang besar, apalagi ketika kamu berada jauh dari ku. Dan itu yang membuat mu pergi. Seharusnya usah berduka ketika luka dari mu bukanlah yang pertama bagi ku. Aku menyeringai, untuk apa berpura-pura tidak berduka jika benar-benar belum terbiasa dengan luka?

Sore ini merajam. Aku menikmati hamparan langit kuning kemerahan. Aku suka. Sangat. Tapi lebih suka kamu. Rasa ini begitu kuat padamu padahal kisah kita berdurasi pendek. Lalu mengapa rindu ini terus menagih temu? Sedangkan ia tahu, tempatnya bukan lagi pada mu. Aku membenci siapa pun yang mencoba merebut mu dari ku meski sebenarnya akulah yang mencoba memaksakan.

Kamu tahu, jarak kemenangan hanya berkisar antara kening dan sajadah? Itulah mengapa aku begitu yakin bisa menjadi pemenang dalam hari-hari mu. Namun tetap kalah oleh dia yang lebih dekat dengan mu. Lagi-lagi aku berteriak di dada hingga tangis ku tak terbendung, itu karena aku sedang rindu-rindunya.

Rindu ini tak pernah terkikis meski di terpa ombak berkali-kali, meski sengaja di bunuh mati, meski kamu tahu dan tak peduli. Dan di sini, di tempat ini, di tanah bijana, aku tetap menjaga janji. Meski terkadang menggerogoti seluruhku. Mengapa bisa aku masih mencumbu mu yang telah menjadi masa lalu? Seharusnya aku berhenti,berhenti pada sesuatu yang sebenarnya sudah tidak ada.

[Aprl; 7/9 22.35, Sukabumi]

Comments

Popular posts from this blog

Nawala Patra

Keras Kepala

Niskala