Pelabi

     Aku di batang dedap sebab tak bisa benar-benar menjauh dari mu. Bagi ku, kau adalah turquoise. Meski buram kau tetap indah. Nahasnya, aku takkan mampu memiliki mu. Aku telah berjuang membuktikan bahwa aku tak berkelakar. Namun, aku juga tahu, kau akan tetap memilih dia yang telah lama menemani mu.
     Kau pernah dengar Bahasa Latin 'nomen et omen' yang artinya nama adalah tanda? Itu mengapa aku memberi mu nama panggilan yang hanya boleh di gunakan aku untuk menandakan bahwa aku telah jatuh hati dengan sadar ingin kau miliki. Bersusah payah aku meyakinkan mu, berharap kau dapat terus bersama ku, mempertahankan sesuatu yang ku anggap layak untuk di tahan. Nyatanya aku salah, aku telah menjadi seorang yang tak bisa melihat seseorang dibalik tatapan mu. Kau menjerat ku. Seolah aku adalah semesta mu. Aku terkapar lemas tak berdaya. Mengingat seberapa jauh kita bersama. Dan di kejauhan sana, seseorang tengah membuat mu jatuh hati kesekian kalinya.
     Tapi tak apa. Aku berhati sali. Meski tak bisa ku memiliki mu setidaknya aku ada saat kau merasa sepi. Aku hanya perlu melakukan satu hal, tetap menjaga mu dan jangan sampai seseorang yang sedang mempertahankan mu mengetahui ku.
Lalu, aku kembali terpukul. Saat kau membicarakan relasi kita. Aku tahu ini tak wajar. Dan aku tak berpahala berada di posisi ini. Aku mengesampingkan status demi aku bisa terus memedulikan mu. Nahasnya, kau bermulut pinjaman. Aku porak poranda dengan tekanan resesif. Begitu jelas dan menusuk. Kata mu, dia tak sebaik aku; tak selalu ada saat kau butuh; tak sesabar aku. Namun, kau tetap tak bisa melepasnya. Kau tahu, aku tak bisa dengan mudah mengikhlas mu. Kau yang ku anggap bersedia bersama dengan cara sembunyi-sembunyi, nyatanya tak mampu sekuat aku. Yang ku kira kau akan memilih ku suatu saat nanti.
     Dengan lapang dada aku mafhum, aku hanyalah kebahagiaan cadangan saat dia yang kau damba sedang sibuk tak bisa bersama.

Comments

Popular posts from this blog

Nawala Patra

Keras Kepala

Niskala